Keluargaku
Posted Juni 16, 2007
on:Sedikit Untuk Keluargaku
Keluargaku terdiri dari Ayah, Ibu, Ibu Tiriku, yang biasa kami panggil Budhe, aku, dua adek perempuanku, dan satu adek laki-lakiku yang merupakan anak terakhir di keluarga ini, insya Alloh. Ayah adalah anak tunggal dari pasangan Mbah Harjo Kakung kaliyan Putri, setelah Mbah Harjo kakung meninggal, Mbah Harjo Putri menikah lagi dengan duda beranak satu, Mbah Rejo, yang kemudian dikaruniai tiga anak lagi. Ayah dan Budhe menikah muda, dan dua tahun kemudian dikaruniai seorang putra bernama Agung yang ternyata tidak lama menghirup sesaknya hawa dunia. Mas Agung hanya hidup sekitar dua minggu setelah dilahirkan.
Sebelas tahun berselang Ayah dan Budhe tak jua dikarunia anak, Ayah berkali-kali menyatakan keinginan untuk mengangkat anak namun Budhe selalu menolak “Yen dudu anakmu aku gah ngopeni”, kalau bukan anakmu aku tidak mau ngurusin, setelah terus didesak dengan berbagai macam alasan seperti bahwa ayah adalah anak tunggal, akhirnya Ayah menyerah dan memenuhi keinginan Budhe untuk menikah lagi. Ayah meminta Budhe lah yang mencarikan madunya, harus janda, udah punya anak juga gak papa, syarat ayahku. Budheku menawari saudari sepupu jauhnya, ibuku. Ibu menjanda karena suami pertama beliau tidak mencintai ibu, mereka di jodohkan, dan akhirnya karena merasa di telantarkan, tidak diberi nafkah batin, keluarga ibu menggugat cerai. Status ibu yang janda kembang dan masih sangat belia sebenarnya memberatkan ayah yang jarak usianya 20 tahun lebih, ayah sangat mencintai budhe sehingga menghindari kemungkinan-kemungkinan budhe merasa dilupakan. Tapi akhirnya ayah dan ibu menikah pada awal tahun 1985.
Saat itu ayah harus melalui berbagai macam sidang yang ribet karena dulu pegawai negeri tidak boleh beristri dua. Alhamdulillah semua berjalan sesuai dengan keinginan, ayahku diijinkan menikah lagi, namun ibu tidak diberi tunjangan sebagai mana istri pertama. ayah yang tinggal di Wonogiri menghadiahkan sebuah rumah warisan Mbah Canggah ayah yang berada di Boyolali, ibu memang tidak mau tinggal di Wonogiri. Setahun kemudian ibu mengandung dan pada bulan Desember tahun 1986 pada pagi hari lahirlah aku di rumah seorang bidan. kala itu ayah masih berada di Wonogiri, dan hanya seminggu sekali beliau mengunjungi ibu. Segala tetek bengek kelahiranku di urusi oleh ipar ayahku, Pakdhe Basuki, yang hampir saja memberikan nama Sri Ributi kepadaku, karena proses kelahiranku yang begitu lama.
Kelahiranku tentu sangat membahagiakan bagi ketiga orang tuaku, yang telah menunggu-nunggu bahkan hingga 14 tahun, satu setengah tahun kemudian adek perempuanku lahir, disusul adek perempuan lagi dua tahun kemudian, dan tiga tahun kemudian, yang sangat dinanti, anak laki-laki, yang akhirnya lahir pada tahun 1993.
Aku yang anak pertama, semenjak kecil sakit-sakitan, hampir setiap seminggu sekali masuk rumah sakit, yang sakit inilah, itulah, dan aku sangat kurus bila dibandingkan adek-adekku, setelah diperiksakan ke psikiater ternyata inti dari penyakitku adalah stress anak, yang menimpa kepadaku sebagai anak pertama yang diberi beban merawat adek dan harus jauh dari ayah. akhirnya ayah pindah ke Boyolali saat aku kelas 4 SD, keadaanku pun berangsur membaik, bahkan sekarang akulah yang paling gemuk dibanding adek-adekku. ^^
Keluargaku sangat menyenangkan, kadang kala kami berkumpul bersama bercanda dan tertawa, apalagi jika sedang liburan semester, wuih … rame sekali rumah …
Ya Alloh aku bersyukur kepadaMu atas nikmat keluarga yang Engkau berikan, dan aku memujiMu.
Juni 16, 2007 pada 6:39 am
Wah ceritanya enak banget, mengalir kayak air. seperti kisah nabi Ibrahim ya.
_________________________________________________________________________
<strong>Khodijah</strong>
<strong>weeee jadi malu sangkyu, arigatou …</strong>